Rebutan Empat Pulau: Ketika Gadis Cantik Diperebutkan, Negara Harus Menjadi Hakim yang Adil

Ucapan Selamat Kepada Bupati dan Wabup Lambar

Ucapan Selamat Kepada Bupati dan Wabup Lambar

Rebutan Empat Pulau: Ketika Gadis Cantik Diperebutkan, Negara Harus Menjadi Hakim yang Adil

wartapalapa
Senin, 16 Juni 2025

  


Warta-palapa.com, Banda Aceh

Empat gadis cantik kembali menjadi rebutan. Bukan dalam kisah dongeng, tapi dalam nyata. Empat pulau di Aceh Singkil kini diperebutkan dua provinsi besar di barat Indonesia—Aceh dan Sumatera Utara. Isu ini mencuat ke publik layaknya bara dalam sekam yang kembali menyala.


Mereka menyebut bahwa keempat pulau ini secara administratif masuk Sumatera Utara. Tapi rakyat Aceh menyanggah, “Itu tanah kami, sejarah kami, warisan nenek moyang kami.” Maka ramailah kabar itu menjadi perbincangan dari kalangan elit, akademisi, aktivis daerah, hingga warga biasa. Di warung kopi dan majelis adat, semua bicara tentang “empat pulau” itu.


Lantas, kita bertanya: Apakah hanya empat ini saja? Tidak. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, dari Sabang hingga Merauke. Sebagian besar belum memiliki batas administrasi yang jelas. Bahkan ada pulau-pulau kecil yang belum bernama, belum tercatat, tapi sudah menyimpan kekayaan: minyak, gas, emas, nikel, tembaga, dan kekayaan hayati lainnya.


Contohlah Raja Ampat di Papua Barat Daya—surga bawah laut dunia, tetapi juga penuh potensi konflik batas laut. Di Kalimantan, ada pulau-pulau yang mengandung cadangan minyak dan batu bara. Di Sulawesi, nikel dan emas mengalir di tanah. Di Maluku dan NTT, banyak pulau kecil menyimpan kekayaan laut yang belum tergarap optimal. Semua ini menjadi potensi, sekaligus masalah,jika negara tidak hadir dengan pengelolaan yang bijak dan adil.


Jangan sampai pulau-pulau ini hanya menjadi rebutan elit, tapi rakyatnya tetap miskin. Jangan sampai sumber daya ini jadi kutukan, bukan berkah. Dan jangan pula pemerintah lalai menetapkan batas-batas jelas, hingga sesama anak bangsa harus berdebat siapa yang berhak, siapa yang lebih dulu datang.


Empat pulau di Aceh Singkil hanyalah simbol kecil dari problem besar kita, kurangnya perhatian serius terhadap pulau-pulau terluar, perbatasan, dan kedaulatan wilayah. Negara harus hadir,tidak hanya sebagai penonton, tetapi sebagai wasit yang adil dan sebagai penjaga harga diri wilayah NKRI.


Karena di setiap jengkal tanah itu, ada air mata, darah, dan harapan rakyat yang menggantungkan hidupnya. (Tim 339)